.
SELAMAT DATANG DI MR-COMMUNITY

Sukses Bersama MR-Community

Bebas Uang, bebas waktu, bebas Pikiran
Anda telah mengambil suatu langkah penting untuk masa depan Anda! Kami mengerti Anda sedang mencari solusi untuk merubah dan meningkatkan finansial Anda. Umumnya, orang yang bekerja telah memiliki penghasilan yang cukup baik, tapi di sisi lain mereka tidak memiliki cukup waktu bersama dengan keluarga atau anak-anak mereka. Sementara itu, untuk beberapa orang, sebagian dari mereka tidak bekerja dan beberapa diantaranya sedang mencari suatu penghasilan tambahan yang memungkinkan mereka keluar dari masalah finansial mereka. Ataupun Anda adalah salah satu dari jutaan orang di dunia yang menyadari bahwa memiliki PEKERJAAN bukanlah jawaban untuk hidup yang berkualitas - yakni kebebasan akan waktu bersama keluarga, dan kebebasan mengatur uang.
Apakah Anda tahu, setelah orang-orang bekerja 40 tahun di kantor (usia 65 tahun):
* 1% Hidup Makmur dan sejahtera.
* 4% Memiliki cukup uang hanya untuk hidup (pas-pasan).
* 5% Terpaksa untuk tetap bekerja di usia 65 tahun.
* 54% Hidup di atau dibawah garis kemiskinan, bergantung kepada uang pensiun, atau bergantung kepada sanak saudara, keluarga atau teman.
* 36% Telah meninggal dunia.
Anda ingin berada diposisi yang mana?
5% urutan teratas adalah para Pemilik Bisnis (Business Owners), mereka mendapatkan komisi dan keuntungan; namun hanya beberapa dari 5% tersebut yang memiliki Pendidikan Profesional sehingga mendapatkan gaji bulanan Terbaik dari tempat mereka bekerja.
APA PRIORITAS UTAMA ANDA DALAM 1-2 TAHUN KEDEPAN
PENGHASILAN YANG LEBIH BESAR
MEMBAHAGIAKAN ORANG TUA
MEMILIKI USAHA SENDIRI
MEMILIKI RUMAH DAN MOBIL BARU
JALAN-JALAN KE LUAR NEGERI
MENJALANI MASA PENSIUN DENGAN TENANG
BEBAS UANG DAN WAKTU
PENDIDIKAN ANAK
MEMBANTU ORANG LAIN / KEGIATAN SOSIAL
Untuk dapat memcapai perioritas diatas kita membutuhkan Uang, dalam mencari uang biasanya Kita bekerja. Dari bekerja kita mendapatkan Uang untuk Kita pergunakan untuk kebutuhan sehari-hari, sisanya ditabung buat Rencana Masa Depan.Itulah yang di sebut dengan "Paradigma UMUM"
Photobucket
Dimana Paradigma Umum ini mengandung resiko yg besar sekali, dimana resiko tersebut terjadi karna 2 faktor yaitu :
- Anda sendiri (kondisi kesehatan yg kurang Baik, sehingga Anda tidak bisa bekerja lagi)
- Tempat kita bekerja (PHK masal karena KRISIS GLOBAL) sehinga Anda tidak dapat bekerja (Lihat gambar Bawah)

Photobucket

ketika anda tidak bekerja apakah anda bisa mendapatkan penghasilan? "TIDAK"

itulah yang di sebut dengan paradigma umum

kami memperkenalkan Paradigma Sukses
Dimana Paradigma Sukses ini juga tetap melakukan pekerjaan, tetapi mereka bekerja membangun ASET. (Lihat gambar Bawah)
sehingga dalam 1-2 tahun Aset anda sudah terbentuk akan terlihat seperti (Gambar bawah ini)

Photobucket

Aset anda akan menghasilkan pasive income untuk anda, bukan anda bekerja untuk mencari uang.Artinya ketika anda tidak bekerjapun kita akan tetapmendapatkan penghasilan.
Perbedaan antara Paradigma Umum dan Paradigma Sukses terletak pada :

Photobucket

Orang-orang terkaya di dunia mencari dan menbangun Aset, orang-orang lain mencari pekerjaan.
Photobucket
- Robert T. Kiyosaki

Kerja Keras, Sampai Kapan?

Wednesday, November 25, 2009




Teknologi membuat semua orang yang saya kenal bekerja lebih keras dan lebih lama. – Wareen Bennis

"Apa arti kerja keras bagi Anda?" tanya saya kepada sejumlah kawan. "Kerja keras berarti datang ke tempat kerja paling pagi dan pulang paling malam, tapi tetap sehat dan optimis" jawab Didi yang pengusaha. "Kerja yang mengandalkan kekuatan diri sendiri, terutama yang bersifat fisik, untuk mencapai suatu tujuan atau hasil yang diinginkan," ujar Elly yang dosen perguruan tinggi. "Kerja keras itu wajib untuk mencapai hasil maksimal," jawab Wawan yang tentara. "Cara kerja yang harus dilalui sebelum orang mampu bekerja dengan cerdas dan kreatif. Orang tidak bisa menemukan cara-cara cerdas bila ia belum pernah bekerja keras," urai Agung yang pegawai.

***

Pernahkah Anda menghitung, berapa jam biasanya waktu yang Anda pergunakan untuk bekerja mencari nafkah hidup dalam seminggu? Jawabannya mungkin akan bervariasi, tergantung pada jenis pekerjaan atau profesi yang Anda jalankan. Coba bayangkan profesi-profesi berikut: pengacara, dokter, notaris, pilot, hakim, jaksa, petani, pedagang, manajer/ekskutif, konsultan, model iklan, pemain film dan sinetron. Manakah diantara mereka yang menurut Anda bekerja paling keras untuk menafkahi hidupnya? Bagaimana dengan pegawai swasta dan pegawai negeri pada umumnya? Siapakah yang jam kerja rata-rata per minggunya paling panjang? Bagaimana dengan pengajar sekolah, buruh- buruh pabrik, kuli angkut, dan pekerja di pusat-pusat pembelanjaan modern yang baru pulang setelah pukul 9 malam? Manakah yang paling banyak mengucurkan keringat?

Ada asumsi bahwa orang-orang yang harus bekerja lebih dari 45 jam per minggu adalah kaum pekerja kasar yang tak terpelajar. Jam kerja mereka panjang, dan proses kerjanya lebih mengandalkan keterampilan fisik/otot, sehingga upahnya serba minimum. Mereka yang terpelajar, kaum profesional dan para sarjana lulusan universitas terkemuka yang menjadi manajer-manajer di usia belia, adalah orang-orang yang seharusnya memiliki waktu kerja pendek karena mampu bekerja dengan lebih cerdas. Apalagi dengan perkembangan teknologi informasi yang sangat mengagumkan dalam satu dekade terakhir, kelompok terpelajar yang bekerja mengandalkan otak diasumsikan akan memerlukan waktu kerja yang relatif minimum, kurang dari 40 jam per minggu. Sebab, bukankah orang-orang yang cerdas dengan perangkat teknologi mutakhir seharusnya tidak perlu bekerja keras seperti nenek moyang mereka (dan kita) dulu?

Masalahnya, di sekolah kehidupan kita kemudian menyaksikan kenyataan yang lain. Seperti dilaporkan BusinessWeek edisi Oktober 2005 lalu, dalam konteks Amerika jumlah para "budak kerja" itu cukup mencengangkan. Lebih dari 31% pekerja pria lulusan perguruan tinggi di Amerika Serikat lazim bekerja 50 jam atau lebih dalam sepekan di kantor, naik dari 22% di tahun 1980, ketika teknologi informasi belum canggih seperti dewasa ini. National Sleep Fondation melaporkan bahwa sekitar 40% orang dewasa Amerika tidur kurang dari 7 jam pada hari kerja. Padahal sejak 1926 Henry Ford telah mempelopori lima hari kerja dalam sepekan, dan sejak 1970 di Amerika berlaku waktu kerja 40 jam seminggu. Lalu bagaimana menjelaskan kecenderungan pekerja terpelajar Amerika dewasa ini yang malah menghabiskan waktu kerja seperti para buruh pabrik di abad ke-19, yang rata-rata bekerja 60 jam per minggu?

Pekerja Amerika tidak sendirian. Di Cina, para manajer senior dengan pendapatan $ 2.000 AS ---dengan kurs Rp 9.500,- berarti Rp 19 juta--- sebulan umumnya bekerja 6o jam, enam hari seminggu. Meski sekitar 20 jam diantaranya terhitung lembur, tapi mereka tidak mendapatkan upah tambahan dari kerja ekstra itu. Umumnya, kaum pekerja keras itu mengaku tak punya pilihan kecuali lembur dan menganggap hal itu memang sudah menjadi tugas mereka, sehingga memang tidak perlu upah tambahan. Disebutkan bahwa sedikitnya di tiga kota Cina, 51% orang yang lembur selama hari kerja tak mendapat upah tambahan---suatu hal yang tidak terjadi pada rekan-rekan mereka di Jepang dan Korea Selatan. Pada hal UU Ketenagakerjaan di Cina telah menetapkan jam kerja 44 jam seminggu, dalam lima hari kerja, dengan cuti tahunan dua minggu, hari libur rutin, dan upah lembur minimal satu setengah kali upah normal. Kenyataannya peraturan semacam itu tak mampu membendung tumbuhnya kelompok "budak kerja" di negeri tirai bambu tersebut. Hanya pegawai negeri saja, seperti pengajar sekolah, yang menghabiskan waktu kerja 40 jam seminggu dengan penghasilan sekitar $ 200 AS sebulannya.

Hal lain yang juga menarik untuk disimak adalah laporan tentang jumlah jam kerja wanita karier di Amerika dan Eropa yang diwakili oleh 15 negara Uni Eropa. Pada tahun 1984, di Amerika sekitar 58% wanita karier yang menghabiskan waktu kerja lebih dari 40 jam seminggu. Jumlahnya meningkat di tahun 2004 menjadi sekitar 62%. Sementara di Eropa, hanya sekitar 36% wanita karier yang menghabiskan waktu kerja di atas 40 jam seminggu, tahun 1984. Dan di tahun 2004 jumlahnya turun menjadi sekitar 29%. Apakah itu berarti wanita karier di Amerika bekerja semakin keras hari-hari ini, sementara rekan-rekan mereka di Eropa lebih punya waktu untuk hal lain di luar pekerjaan? Tak ada penjelasan lebih lanjut soal hal ini. Yang jelas, dalam sebuah wawancara, perempuan Amerika yang cerdas dan fenomenal Oprah Winfrey pernah mengaku bahwa ia biasa bekerja 14-15 jam sehari, dan bila hanya bekerja 12 jam sehari, ia merasa ada sesuatu yang kurang hari itu.

Pemaparan data-data tersebut diatas menunjukkan bahwa tidaklah benar asumsi yang mengatakan bahwa hanya orang yang tidak bergelar dan ***** saja yang dituntut bekerja keras menafkahi hidupnya. Kenyataannya, orang-orang yang paling terpelajar di negeri yang maju seperti Amerika, maupun yang bermukim di negeri berkembang macam Cina, justru tetap bekerja keras untuk menafkahi hidupnya. Asumsi yang mengatakan bahwa dengan kemajuan teknologi informasi kaum pekerja akan lebih santai dalam melakukan pekerjaannya juga patut digugat kembali. Sebab kenyataannya para sarjana yang paling melek dan menguasai teknologi informasi mutakhir saja tidak bekerja lebih santai dibanding orang-orang yang relatif buta teknologi informasi.

Jadi, bekerja keras dalam arti bekerja lebih lama dari aturan kerja yang berlaku secara formal---misalnya, lima hari kerja, 40 jam seminggu---dengan menggunakan kemampuan diri sendiri untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan hidup sehari-hari, agaknya sudah menjadi kecenderungan yang sulit dibendung. Semakin banyak pekerja merasa memang begitulah seharusnya, terutama ketika mereka menginginkan karier dan kehidupan yang lebih baik. Kerja keras seolah-olah menjadi jalan satu-satunya. Hal ini tentu tidak terlalu perlu dipersoalkan jika kita memiliki pekerjaan yang kita senangi, pekerja yang sesuai dengan bakat dan potensi terbaik kita, dan pekerjaan yang memberikan hasil-hasil terbaik, baik kepada kita maupun kepada masyarakat dan lingkungan dimana kita mengabdi. Seperti Oprah Winfrey yang menemukan "tempatnya" yang unik di dunia ini, ia mungkin melakukan pekerjaannya tanpa merasa "bekerja".

Masalahnya, bagaimana jika pekerjaan yang kita miliki saat ini bukanlah pekerjaan yang kita inginkan? Bagaimana kalau pekerjaan yang kita miliki saat ini adalah pekerjaan yang tidak sesuai dengan bakat dan potensi terbaik kita? Bagaimana kalau pekerjaan kita saat ini adalah pekerjaan yang tidak menumbuhkan rasa bangga dalam diri kita? Bagaimana kalau pekerjaan yang kita tekuni saat ini adalah pekerjaan yang tidak menjanjikan masa depan yang lebih? Terhadap empat pertanyaan terakhir ini saya akan menjawab dengan satu pertanyaan berikut: sampai kapan Anda bersedia bekerja keras untuk jenis pekerjaaan seburuk itu?

Tabik Mahardika!

Sumber: Kerja Keras, Sampai Kapan? oleh Andrias Harefa.

0 Comments:

Post a Comment

 
FaceBlog © Copyright 2009 MR-Community | Blogger XML Coded And Designed by Edo Pranata | Blogger Templates